Bagaimana Resapi bisa sampai kepada Anda

Sebelum jauh, musti saya jelaskan dulu bahwa yang saya maksud dengan Resapi itu adalah Renungan Sapaan Iman GKJ Margoyudan. Jadi, Resapi ini adalah semacam renungan harian singkat dari GKJ Margoyudan yang bisa diakses di melalui kanal Youtube GKJ Margoyudan, di mana saya kebetulan menjadi salah satu editornya.

Mengapa saya perlu menulis ini? Begini, mungkin dua minggu yang lalu, selepas kebaktian, saya menuju ke kamar mandi gedung kegiatan gereja. Bertemulah dengan dua orang ibu yang mau pulang selepas kebaktian, dan saya menyapa mereka. Selesai dari kamar mandi, saya menuju ke halaman parkir, dan mungkin karena kedua ibu ini berjalan tidak begitu cepat, saya bisa berjalan menyusul di belakang mereka, sembari menguping percakapan kecil mereka berdua.

Saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia ya, karena kedua ibu ini berbincang dalam bahasa Jawa.

Ibu X: “Kenal masnya tadi?”
Ibu Y: “Itu ‘kan mas Martianus”
Ibu X: “O yang katanya membuat Resapi setiap hari itu ya”
Ibu Y: “Kok ngerti?”
Ibu X: “Pernah dengar cerita dari Mas Stev”
Ibu Y: “Setiap hari buat Resapi di Youtube itu ya?”
Ibu X: “Bener, pelayanan tidak tahu waktu itu”
Ibu Y: “Kok bisa?”
Ibu X: “Lha iya, Resapi itu kan setiap jam 12 malam sudah ada. Berarti yang membuat kan harus siap sebelum jam 12 malam di gereja”
Ibu Y: “O iya. Di gereja dengan majelis berarti, yang mengisi Resapi? Bukan di rumahnya majelis-majelis?”
Ibu X: “Yo bisa juga”

Sampai di sini ada niat untuk menyelas percakapan dua ibu ini sebenarnya, dengan berkata, “yakin dan percayai saya, sebesar-besarnya cinta saya kepada pelayanan, saya masih lebih cinta jam tidur saya”, tetapi ya tidak terucap, dan saya langsung pulang.

Sembari di jalan, kepikiran percakapan dua ibu ini tadi. Jangan-jangan yang punya asumsi semacam itu bukan hanya satu orang. Bisa jadi ada beberapa orang lain yang berpikir bahwa Resapi itu semacam live streaming. Maka, saya berpikir untuk menuliskan hal ini, siapa tahu ada asumsi-asumsi yang perlu diluruskan seperti contoh di atas. Meskipun baru sempat menuliskan sekarang.

Jadi begini nggih, kalaupun Resapi itu tayang setiap jam 12 malam, bukan berarti saya standby setiap jam 12 malam, apalagi di gereja. Saya lebih memilih untuk tidur jam segitu, benar lho ini. Resapi tayang jam 12 malam itu adalah standar yang ditetapkan oleh editor pertama Resapi, mas Widy. Standar tidak tertulis sih, tetapi akhirnya kami mengikutinya.

O’ya, Resapi ini mulai muncul waktu masa pandemi Covid-19. Edisi pertama rilis di tanggal 10 April 2020. Dari edisi pertama sampai dengan edisi 453, dikerjakan sendirian oleh Mas Widy. Karena pada waktu itu kesibukan pekerjaan yang semakin besar, maka Mas Widy meminta saya untuk menggantikan. Jadi, mulai edisi 454, 1 Mei 2022 sampai sekarang, Resapi dikerjakan oleh dua orang. Mas Stevanus dan saya. Nah, bagaimana prosesnya?

Resapi diawali dari bahan khotbah yang direkam sendiri oleh majelis yang mendapatkan jadwal berkhotbah Resapi. Majelis? Pendetanya tidak, Om? Di gereja kami, Pendeta itu termasuk dalam kemajelisan ya. Jadi, yang berkhotbah di Resapi juga termasuk pendeta. Jadwalnya disiapkan oleh Departemen Ibadah. Yang boleh berkhotbah Resapi ini hanya majelis yang masih berjabatan aktif. Contohnya, dulu saat saya masih menjabat sebagai majelis, saya juga ikut dijadwal berkhotbah di Resapi. Setelah lèrèh sebagai majelis, ya tidak lagi dijadwal.

Sebenarnya sejak awal Resapi itu bisa berformat video maupun audio saja. Tetapi ke arah sini, semuanya memilih format audio. Mungkin karena lebih mudah saja dalam proses merekamnya. Nah, dari rekaman mandiri tiap majelis ini, kemudian akan dikirimkan ke saya. Saya yang kemudian akan membagi tugas, mana yang saya kerjakan, mana yang dikerjakan oleh mas Stev. Biasanya jika rekaman khotbah dikirim ke saya jauh-jauh hari, lebih dari H-2 jadwal, maka saya akan minta tolong ke mas Stev. Tapi, kalau dikirim H-1 sampai dengan jam mepet, ya saya kerjakan sendiri.

Konsensus dari Departemen Ibadah sih sebenarnya, rekaman khotbah Resapi itu musti dikirimkan ke saya paling lambat H-2 sebelum jadwal. Tetapi, ya mungkin pemahaman H-2 ini berbeda satu dengan yang lain, sehingga seringnya memang saya terima agak mepet. Apakah ada yang jauh-jauh hari? O’ ya jelas ada. Ada yang satu minggu sebelumnya sudah kirim, lima hari sebelum jadwal sudah saya terima, bahkan ada yang untuk jadwal bulan Agustus ini, rekaman khotbah Resapi sudah dikirimkan di bulan Juli. Ada! Departemen Ibadah saja belum menyusun jadwal Resapi, majelis ini sudah mengirimkan rekamannya.

Mana yang lebih saya suka? Ya, pastinya kalau jauh hari sudah dikirim ke saya. Karena begini, mengerjakan Resapi ini bagi saya — juga bagi mas Stev, dan mungkin dulu mas Widy juga sama — adalah pelayanan sambilan. Seringkali mas Stev itu kirim bahan jadi sambil WA, “Maaf, Mas. Tadi disambi banyak kerjaan”. Ya, sama saja dengan saya. Kalau saya di kantor, di depan saya ada PC menyala, bersama dengan dua laptop lain yang juga menyala, pasti salah satu laptop itu sedang memproses Resapi. Mungkin semacam itu juga yang dikerjakan oleh Mas Stev, karena kami berdua ini belum pernah bertemu bersama mengerjakan Resapi. Jangankan mengerjakan Resapi bersama, ketemu di gereja saja paling cuma berpapasan dan saling tersenyum.

Kalau bagi saya, tidak memungkinkan untuk mengerjakan Resapi di luar jam kerja. Pulang kerja sudah sore, belum lagi sudah ditunggu oleh jadwal pelayanan. Kalaupun sedang tidak ada jadwal pelayanan, pasti lebih memilih bersama dengan anak istri. Paling terpaksanya ya kalau rekaman khotbah dikirimkan di sore atau malam hari, ya saya kerjakan setelah anak-anak tidur. Artinya di atas jam 22:00 sementara harus sudah tayang jam 00:00. Malah curhat, lanjut!

Nah, dari rekaman itu, baru akan saya proses. Dulu waktu pertama menggantikan mas Widy, saya butuh waktu 1 jam untuk memproses satu khotbah Resapi. Sekarang 20-30 menit sudah selesai, termasuk mengunggah ke Youtube.

Diproses apa saja sih? Kalau saya biasanya membersihkan rekaman dari noise, suara latar yang mengganggu. Kadang membesarkan suara rekaman. Membuat visualisasi rekaman. Itu lho yang seperti spektrum yang gerak-gerak. Membuat gambar background yang berisi judul khotbah dan foto pengkhotbahnya. Nah, asiknya kalau pengkhotbah berbahasa Jawa, untuk membedakan judulnya saya tulis dalam aksara Jawa.

Pakai Linux, Om? Ya jelas lah. Sudah lupa dengan Windows. Sistem operasi menggunakan Ubuntu (sekarang versi 22.04). Untuk audio editor menggunakan Audacity. Untuk membuat background pakai GIMP, sementara Pitivi saya pilih sebagai video editor karena ringan dan simple.

Nah, katakanlah pengkhotbah mengirimkan rekaman kepada saya H-2, dan saya bisa menyelesaikan di kantor — disambi dengan pekerjaan lain — sebelum jam 12 siang, maka saya tinggal mengunggah Resapi ini ke Youtube, dan mengeset jadwal tayang — hari dan jamnya — sesuai dengan jadwal dari Departemen Ibadah.

Contoh, saya menulis ini di tanggal 23 Agustus 2023 jam 23 lebih, setelah saya memproses satu Resapi untuk tanggal 25 Agustus 2023. Ini nyata, karena jam 21:15 tadi, pengkhotbah tanggal 25 Agustus sudah mengirimkan materi rekaman khotbah. Saya mulai kerjakan jam 22, selesai jam 22:20. Jadi, di tanggal 23 Agustus jam 22:30, saya sudah mengunggah ke Youtube, Resapi untuk jadwal tanggal 25 Agustus jam 00:00. Tidak perlu menunggu besok tanggal 25 Agustus. Bisa dipahami nggih.

Jadi, jangan dibayangkan saya standby setiap hari jam 12 malam. Nah, kalau sudah selesai begini, biasanya tautan Youtube akan saya kirimkan ke Departemen Ibadah, yang akan membagikan kepada jemaat melalui grup-grup WA.

Itu kisahnya bagaimana Resapi bisa sampai kepada panjenengan. Tetapi itu saya ya. Bisa jadi beda dengan mas Stev. Besok lah saya minta mas Stev menambahkan ke tulisan ini. Tetapi besok-besok ya, Mas Stev sedang bersukacita menerima anugerah kelahiran anak pertama. Selamat ya mas Stev. Boleh juga kalau Mas Widy tidak terlalu sibuk, akan saya minta ikut menuliskan pengalamannya dengan Resapi.

Jangan dibayangkan gereja kami seperti gereja-gereja besar yang punya pekerja profesional mengerjakan hal-hal semacam ini. Tim Multimedia kami punya. Mas Widy dan Mas Stev ini dedengkotnya tim multimedia gereja kami. Kami melayani pelayanan gereja, sembari kami bekerja di bidang kami masing-masing, bukan semacam full-timer begitu ya.

Tunggu lanjutannya nggih, dari Mas Stev dan Mas Widy.

=======<0>=======

Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.

CC BY-NC-SA 4.0 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Captcha * Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.