Sebenarnya ini prinsip pribadi saya, setelah cukup lama membuat kesalahan dalam mengkhotbahkan ayat-ayat di Perjanjian Lama. “Bacalah Perjanjian Lama, dengan hati di Perjanjian Baru”, prinsip inilah yang kemudian membentengi saya dari menyalahgunakan, menyalahtafsirkan, dan membengkokkan ayat-ayat di Perjanjian Lama.
Jelas kita tidak bisa meninggalkan Perjanjian Lama, semua orang percaya harus juga belajar Perjanjian Lama, karena dari sanalah berawal kekristenan yang kita kenal. Matius 5:17 menyatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Hal ini menegaskan bahwa kita tidak bisa melepaskan Perjanjian Lama dari Alkitab.
Tetapi ayat ini bagi saya sekaligus menunjukkan bahwa penggenapan Perjanjian Lama ada dalam diri Tuhan Yesus yang kehidupan-Nya dituliskan Allah dalam terang Perjanjian Baru. Karena itu prinsip membaca Perjanjian Lama dengan hati di Perjanjian Baru ini yang saya terapkan dalam belajar Alkitab.
Saya membagikan prinsip ini berdasarkan pengalaman kesalahan yang saya lakukan, supaya tidak ada yang melakukan kesalahan yang sama. Kesalahan yang saya buat cenderung terjadi saat mengkhotbahkan Perjanjian Lama. Hal-hal yang seharusnya dikhotbahkan sebagai prinsip historis-kontekstual, malah dikhotbahkan secara alegoris, dan sebaliknya. Maka, saat kita belajar Perjanjian Lama, harap berhati-hati dalam menafsirkannya.
Ini contoh kesalahan yang pernah saya buat. Lihat dalam Kejadian 12:3, ada kalimat “…. dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”. Yang saya tangkap dan khotbahkan adalah, karena kita adalah keturunan Abraham, maka berkat dari Abraham juga akan kita terima. Berkat apa? Ya semua kelimpahan yang diterima oleh Abraham. Padahal ini pemahaman yang salah, berkat yang dibawa Abraham untuk semua kaum di muka bumi adalah berkat keselamatan yang turun dalam diri Kristus, yang merupakan keturunan Abraham, bukan berkat jasmani dengan segala kecermelangannya.
Contoh lain adalah tentang doa Yabes di 1 Tawarikh 4:9-10. Yang kemudian saya kupas adalah isi doa Yabes, dan kemudian diambil kesimpulan kalau kita berdoa sesuai prinsip doa Yabes, maka kita akan mengalami seperti yang dialami Yabes. Ini salah total! Kita tidak bisa mengharapkan menerima apa yang diterima orang lain dengan hanya meniru doanya. Perjanjian Barulah yang membuka kebenaran-kebenaran semacam ini.
Saya tidak sedang berkata bahwa Perjanjian Lama salah, tetapi kita cenderung menafsirkan secara salah ayat-ayat Perjanjian Lama jika tidak dalam terang Perjanjian Baru.
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Pingback: Jangan berhenti di satu ayat!
Pingback: Jangan malas mencatat
Pingback: Azazel: bukan siapa, melainkan mengapa – Blognya Martianus