Mujizat vs magis

      No Comments on Mujizat vs magis

Dalam perjalanan pelayanan sepanjang hari ini, ada dorongan yang kuat untuk menuliskan tentang hal ini. Karena itu, tadi saya sempatkan menulis tweet ini:

Gereja dan orang Kristen masa kini cenderung mengulangi kesalahan yang sama dengan Israel dalam hal membedakan mujizat dan magis (mistis). Dalam 1 Samuel 4 kita bisa membaca bagaimana Israel salah mengartikan Tabut Perjanjian sebagai sebuah “senjata perang”. Dalam sejarah Israel, Tabut Perjanjian memang terbukti membawa banyak kemenangan dan mujizat, termasuk runtuhnya benteng Yerikho.

Ini pendapat saya, mujizat itu adalah peristiwa supranatural — yang sering saya sebut melawan hukum alam — yang berada dalam kewenangan, inisiatif, dan kehendak Allah sendiri. Baca “Mujizat: inisiatif Allah atau kemanjaan kita?“. Magis (mistis) adalah mempercayai bahwa peristiwa supranatural bisa terjadi atas kehendak kita, melalui medium-medium tertentu, termasuk doa, penumpangan tangan, dll.

Adalah magis kalau Israel percaya bahwa Tabut Perjanjian yang membawa kemenangan dan mujizat, bukannya TUHAN Allah yang berdiam di atasnya. Adalah magis kalau kita berpikir bahwa salib dan Alkitab bisa mengusir setan. Adalah magis kalau kita berpikir bahwa berdoa di dalam gedung gereja jauh lebih berkuasa daripada berdoa di tempat lain. Adalah magis kalau kita berpikir bahwa bernyanyi di gereja jauh lebih berkuasa daripada memuji Tuhan di tempat lain.

Mujizat adalah saat saputangan dan kain yang dipakai Paulus bisa melenyapkan penyakit dan roh-roh jahat. Tetapi adalah mistis kalau kita berpikir dengan meminta saputangan/baju pendeta kita dan membawanya kemana-mana, maka kita akan mendapat perlindungan dari roh-roh jahat. Adalah mistis kalau kita percaya hanya dengan doa dan penumpangan tangan hamba Tuhan tertentu baru bisa terjadi sesuatu. Adalah mistis jika kita percaya kepada kuasa minyak urapan, dan bukannya kuasa Yesus sendiri.

Sederhananya begini sajalah, kalau fokus iman dan percaya kita adalah kepada medium dan formula tertentu, bukannya kepada Tuhan Yesus, itu adalah magis (mistis). Maka sepertinya pernyataan “I believe in miracles” tidak lagi pas, karena iman kita harusnya diarahkan kepada Sang Pembuat Mujizat to?

=======<0>=======

Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.

CC BY-NC-SA 4.0 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Captcha * Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.