Di tahun 2012 saya pernah menulis “Karunia Allah Tidak Dapat Dibeli Dengan Uang” tentang Simon, seorang mantan dukun, yang berusaha membeli kuasa dari Petrus dan Yohanes. Hari ini di pikiran muncul pertanyaan tentang Simon ini, mengapa dia berani menawarkan sejumlah uang kepada Petrus dan Yohanes untuk membeli kuasa yang ditunjukkan mereka.
Simon ini tergoda membeli karunia setelah melihat bagaimana Petrus dan Yohanes menumpangkan tangan kepada jemaat, dan Roh Kudus turun kepada mereka. Seperti saya tuliskan di atas, Simon ini adalah seorang dukun yang sudah bertobat, tetapi sampai seberani itu menawarkan uang untuk membeli karunia, bagi saya tidak logis jika tidak ada motivasi lain. Dan saya menemukan jawabannya. Ini penting karena saya melihat kok banyak yang semacam ini memotivasi pelayanan di zaman ini.
Namun, di sana ada seorang tukang sihir bernama Simon. Dia sudah lama membuat warga Samaria terkagum-kagum dengan ilmu sihirnya. Karena itulah para penduduk percaya padanya waktu dia mengaku sebagai orang hebat. Sebelum Filipus datang, semua warga di daerah itu— baik orang biasa maupun orang penting— menghormati Simon dan berkata, “Orang ini mempunyai kuasa Allah yang besar.” Mereka sangat menyegani Simon, karena dia sudah begitu lama membuat mereka terkagum-kagum dengan ilmu sihirnya. [1]
Sebelum Injil datang ke daerah Samaria itu — melalui pelayanan Filipus — Simon adalah seseorang yang sangat-sangat dikagumi, bahkan disebut memiliki kuasa tuhan yang besar. Semua orang mengagumi mereka, termasuk para pejabat penting di sana.

Kekaguman ini seketika hilang saat Kabar Baik diberitakan oleh Filipus. Simon yang memiliki nama besar di wilayah itu, langsung menjadi bukan siapa-siapa. Namanya, dirinya, tidak lagi dikagumi oleh orang-orang. Ketika melihat keajaiban yang dikerjakan Tuhan melalui Filipus, apalagi saat melihat bagaimana penumpangan tangan yang dikerjakan oleh Yohanes dan Petrus, mungkin SImon mengingat kembali nama besarnya yang dulu dikagumi oleh semua orang di Samaria.
Sayangnya mental semacam ini juga masih muncul di gereja modern. Mungkin bukan untuk mencari nama besar, tetapi supaya tidak dicela oleh jemaat lainnya. Kalau tidak melayani, bagaimana kata jemaat nanti? Kalau tidak berkhotbah, nanti dipergunjingkan apa tidak ya? Kalau tidak hadir persekutuan, ada bisik-bisik dari jemaat lho. Akhirnya kita berpelayanan hanya karena ingin menjaga nama baik diri sendiri.
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
- [1]Kisah Para Rasul 8:9-11↩