Tahun 2014 ini PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) menetapkan tema Natal nasional “Berjumpa Dengan Allah Dalam Keluarga”, dalam bahasa Jawanya dituliskan “Pepanggihan Klayan Gusti Wonten Hing Satengahipun Brayat”. Bagi saya, ini tema yang cukup menampar. Mengingatkan segenap orang percaya dan juga gereja-gereja di Indonesia bahwa Allah bukanlah domain gereja belaka, perjumpaan dengan Allah tidak boleh didominasi oleh gereja. Hari-hari ini seakan-akan dinyatakan bahwa hanya di (gedung) gereja kita bisa berjumpa dengan Tuhan. Tema ini mengajak setiap keluarga menghadirkan Tuhan dan mengalami perjumpaan dengan Dia secara pribadi.
Kita bisa belajar bagaimana Daud berusaha sekuat tenaga membawa Tabut Perjanjian masuk ke Yerusalem dengan sebuah niat sederhana, menghadirkan TUHAN Allah di dalam pemerintahan kerajaan Israel.
Daud berunding dengan pemimpin-pemimpin pasukan seribu dan pasukan seratus dan dengan semua pemuka. Berkatalah Daud kepada seluruh jemaah Israel: “Jika kamu anggap baik dan jika diperkenankan TUHAN, Allah kita, baiklah kita menyuruh orang kepada saudara-saudara kita yang masih tinggal di daerah-daerah orang Israel, dan di samping itu kepada para imam dan orang-orang Lewi yang ada di kota-kota yang dikelilingi tanah penggembalaan mereka, supaya mereka berkumpul kepada kita. Dan baiklah kita memindahkan tabut Allah kita ke tempat kita, sebab pada zaman Saul kita tidak mengindahkannya.” Maka seluruh jemaah itu berkata, bahwa mereka akan berbuat demikian, sebab usul itu dianggap baik oleh segenap bangsa itu.[1]
Menghadirkan Allah di dalam keluarga tidak bisa dilakukan oleh seorang anggota keluarga saja. Lihat bagaimana Daud terlebih dahulu berunding dengan semua pemuka pemerintahannya. Tidak bisa seorang ayah berusaha menghadirkan Tuhan di dalam keluarga sementara ibu dan anak-anaknya tidak memiliki komitmen yang sama. Perhatikan kalimat ini “… seluruh jemaat itu berkata, bahwa mereka akan berbuat demikian …”. Seluruh anggota keluarga harus berkomitmen bersama memiliki pengalaman berjumpa dengan Allah.
Berhentilah mengabaikan pentingnya kehadiran Allah di dalam keluarga kita. Daud mengingatkan hal ini kepada seluruh bangsa Israel, “… sebab pada zaman Saul kita tidak mengindahkannya”. Mungkin ada waktu-waktu di mana kita mengabaikan kehadiran Tuhan di dalam keluarga, atau mungkin kita tidak serius menghadirkan Dia di dalam keluarga kita, ini waktunya untuk berjuang dengan sungguh-sungguh menghadirkan Tuhan di dalam keluarga kita.
Mengapa begitu penting menghadirkan pengalaman berjumpa dengan Allah di dalam keluarga? Karena itulah hal terbaik yang musti kita perjuangkan dan hal terbaik yang bisa terjadi di dalam keluarga kita. Ketika Daud merundingkan ini dengan para pemuka pemerintahannya, dia mengatakan “Jika kamu anggap baik dan jika diperkenankan TUHAN …” dan Alkitab mencatat bahwa “… usul itu dianggap baik oleh segenap bangsa itu”. Tanamkan dalam hati kita bahwa hal terbaik yang bisa dialami oleh keluarga kita adalah kesempatan berjumpa dengan Allah yang dialami oleh setiap anggota keluarga.
Satu hal yang patut mendapat perhatian adalah usaha pertama Daud untuk membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem gagal total. Kita tidak bisa sembarangan dan seenaknya menghadirkan Tuhan di dalam keluarga kita. Dia TUHAN yang membuka diri-Nya dicari dan dijumpai oleh semua orang, Dia memberikan kesempatan itu kepada semua orang; tetapi Dia bukan TUHAN yang mau dijumpai secara sembarangan dan seenaknya, Dia tetaplah TUHAN Raja di atas segala raja.
Apakah kita tidak ingin keluarga kita mengalami seperti yang dialami keluarga Obed-Edom? “The Ark remained with the family … and the Lord blessed him and his family”[2]
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.