Mengapa saya mempertanyakan hal ini ke Gereja? Karena berdoa saja tidaklah cukup.
Kita bisa melihat sendiri bagaimana krisis iklim ini mengakibatkan begitu banyak bencana, yang sayangnya bukan bencana alam biasa. Tempat-tempat yang dulu tidak pernah menghadapi bencana, tiba-tiba diguyur curah hujan ekstrim hingga banjir bandang luar biasa. Belum lagi perubahan cuaca yang sangat ekstrim. Musim kemarau yang begitu panjang, lalu curah hujan yang luar biasa lebat, suhu tahunan yang semakin tinggi membuat rekor baru.
Tanggapan Gereja? Ini semua terjadi karena perubahan dan krisis iklim. Yang dilakukan Gereja? Berdoa.
Gereja harus menyadari bahwa kita adalah salah satu penyebab utama krisis iklim. Kita harus mengakui bahwa Gereja β baik gedung gereja maupun orang Kristen β adalah salah satu penyumbang emisi karbon.
Apa yang bisa dilakukan Gereja menghadapi krisis iklim ini? Saya sebenarnya berharap bahwa mimbar gereja menjadi suara yang paling lantang dalam menghadapi krisis iklim.
Kita sering salah mengartikan tujuan TUHAN menciptakan manusia atas alam ini. Kita seringkali berpikir bahwa kita ada untuk menguasai alam ini.
God spoke: βLet us make human beings in our image, make them reflecting our nature. So they can be responsible for the fish in the sea, the birds in the air, the cattle. And, yes, Earth itself, and every animal that moves on the face of the Earth.β[1]
Kita diciptakan untuk bertanggung jawab terhadap bumi ini. Kita diletakkan hidup di bumi ini, supaya kita hidup dengan bertanggung jawab. Dan saya yakin, di tahta pengadilan akhir nanti, salah satu yang harus kita pertanggungjawabkan adalah bagaimana hubungan kita dengan bumi ini.
Ketika saya mempertanyakan tentang komitmen, tentu saja berkelindan dengan konsistensi. Pertobatan ekologis tidak boleh menjadi program gereja. Setiap program punya masanya. Kalau pertobatan ekologis sekedar menjadi program, maka konsistensinya harus dipertanyakan.
Kalau gereja Anda membuat program pengurangan penggunaan gelas mineral sekali pakai, dan hanya bertahan beberapa bulan, itu bukan konsistensi namanya. Manajemen penggunaan listrik dan AC harus dijalankan secara konsisten, siapapun penggunanya dan sampai kapan pun.
Kemarin saya baru saja menyelesaikan literasi kitab Imamat. Dalam Imamat 25:1-12, Tuhan memerintahkan bahwa tanah harus mendapat sabat di tahun ketujuh, dan berulang terus menerus. Tanah boleh diolah, ditanami, dan dipanen selama enam tahun berturut-turut. Pada tahun ketujuh tanah itu harus diberikan waktu untuk beristirahat, tidak boleh diolah manusia.
Ini perintah TUHAN Allah sendiri. Dia TUHAN yang peduli dengan bumi ini. Selayaknya kita juga peduli dengan bumi ini. Seharusnyalah Gereja ada di garda terdepan menghadapi krisis iklim.
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
- [1]Genesis 1:26 (The Message)↩