Tidak Ada Pelayanan Yang Tidak Membutuhkan Persiapan

Saya rasa kita semua setuju bahwa tidak ada pelayanan yang lebih tinggi kedudukannya daripada pelayanan yang lain. Tetapi kemudian, mengapa kita masih sering membedakan perlakuan persiapan kita dari satu pelayanan dengan pelayanan yang lain?

Anda adalah seorang Worship Leader, berapa lama yang Anda gunakan berlatih untuk sebuah kebaktian atau Ibadah Raya? Apakah Anda juga menggunakan jumlah waktu yang sama jika Anda dijadwalkan memimpin pujian anak-anak Sekolah Minggu?

Anda adalah gitaris gereja, berapa jam yang Anda gunakan bersama tim pemusik berlatih untuk Ibadah Raya? Kalau Anda ditugaskan mengiringi kebaktian anak-anak Sekolah Minggu, apakah juga menghabiskan waktu yang sama untuk persiapannya? Ataukah jangan-jangan setengah jam sebelum kebaktian Sekolah Minggu dimulai Anda baru berkoordinasi dengan pemimpin pujian?

Satu lagi yang saya tidak setuju dengan kalimat yang sering muncul ini, “Saya tidak berkhotbah, saya hanya sharing firman Tuhan” atau juga kalimat ini, “Ini bukan berkhotbah, hanya membawakan renungan”. Lihat KBBI yuk apa arti berkhotbah,

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berkhotbah adalah berpidato (tentang ajaran agama dan sebagainya). Mau di mimbar sebuah kebaktian, mau di Ibadah Raya, mau di Sekolah Minggu, mau di persekutuan doa, mau di bidston di rumah-rumah, selama yang kita sampaikan adalah firman Tuhan, kita sedang berkhotbah.

I don’t now about you, but I’m running hard for the finish line. I’m giving it everything I’ve got. No sloppy living for me! (1 Corinthians 9:26 — The Message)

Itu bukan alasan merendahkan diri, salah! Itu kita sedang membeda-bedakan satu pelayanan dengan pelayanan yang lain. Itu kita sedang menganggap bahwa berkhotbah di dalam gedung gereja di sebuah kebaktian atau Ibadah Raya lebih mulia dan lebih penting daripada membawakan cerita Alkitab di depan anak-anak Sekolah Minggu. Jangan mengelak! Lihat saja, untuk anak-anak Sekolah Minggu kita menggunakan frase “cerita Alkitab” kan.

Ayolah mengaku saja, kalau Anda guru Sekolah Minggu, kapan Anda persiapkan khotbah Anda? Hari Jumat, Sabtu, atau malah Minggu pagi di dalam mobil sembari Anda membuka buku panduan cerita Sekolah Minggu?

Begini ya, Anda persiapan atau tidak persiapan, itu kelihatan banget lho. Yang persiapan selama sepekan dengan yang hanya satu malam persiapan juga jelas perbedaannya kok. Saya pernah menuliskan hal ini: gizi dalam mie instan itu jelas cukup UNTUK SEKALI penyajian, tetapi apakah kita akan memilih untuk setiap saat menyantap mie instan?

Tidak ada pelayanan yang tidak membutuhkan persiapan – apapun bentuk pelayanan itu. O’ya, saya tahu bahwa memang ada pelayanan-pelayanan yang harus dilakukan secara mendadak, tetapi dalam satu tahun, berapa kali sih ada pelayanan yang sifatnya mendadak. Yang mendadak itu pun bukan berarti tidak bisa dipersiapkan toh. Apalagi lebih banyak pelayanan kita yang sifatnya terjadwal kan.

Saya sering dijadwal mengiringi persekutuan doa. Selain saya yang bertugas di musik, ada juga yang bertugas membuka persekutuan, menutup persekutuan, dan pengkhotbah. Sangat sering saya menemukan petugas pembuka dan penutup persekutuan datang menghapiri saya lalu bertanya, “Mas, lagu pembukaan apa ya?”. Ini bukan sekali dua kali lho, sering! Masalahnya saya tahu persis bahwa jadwal pelayan persekutuan doa ini dibuat perbulan. Ada waktu – ada banyak waktu – untuk persiapan, sesibuk apapun kita.

Di tempat pelayanan saya dulu, dalam sebuah pertemuan guru Sekolah Minggu, saya pernah marah. Seringkali di Sabtu malam, atau bahkan Minggu pagi, mereka kirim pesan singkat – waktu itu belum ada Whatsapp – kalau mereka belum siap mengajar Sekolah Minggu, dan meminta saya menggantikan. Pastinya selalu saya jawab ya. Di pertemuan itu, saya berteriak, kalaupun diperintahkan, saya selalu siap berkhotbah mendadak – selalu siap, tetapi saya juga mengatakan bahwa makanan yang dipersiapkan bumbu-bumbu dan bahannya, yang diolah hingga matang sempurna, pasti memerlukan waktu, dan pasti lebih sehat daripada yang dimasak secara instan.

Bagi saya, pelayanan – dalam bentuk apapun – adalah pergumulan mempertemukan jemaat dengan Tuhan. Jadi, saya harus memastikan bahwa melalui pelayanan saya, jemaat mengalami perjumpaan dengan Kristus. Nah, dalam persiapan, kita lebih dulu mengalami perjumpaan dengan Kristus. Di sini kita mengakui, bahwa pelayanan kita tidak ada artinya, bahwa pelayanan kita tidak ada apa-apanya, jika itu bukan karena Kristus.

Karena itu juga, saya selalu bersikeras bahwa setiap bentuk pelayanan harus punya jadwal. Dengan adanya jadwal itu, persiapan bisa dilakukan. Seahli-ahlinya kita dengan talenta dan bakat kita, kita harus menghargai Sang Pemberi bakat itu dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum pelayanan.

Ingat ketika Paulus mengatakan hal ini, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”[1]? Ketika kita mengabaikan persiapan pelayanan, kita sedang mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan Tuhan. Jangan pernah mengabaikan persiapan, jangan meremehkan arti sebuah persiapan.

=======<0>=======

Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.

CC BY-NC-SA 4.0 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

  1. [1]1 Korintus 9:27

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Captcha * Time limit is exhausted. Please reload CAPTCHA.