Kalau dalam kalender gereja kami, kemarin Minggu, 2 Maret 2014 adalah Minggu Transfigurasi. Mengingat kisah saat Kristus Yesus dimuliakan di atas gunung, bertemu dengan Musa dan Elia, disaksikan oleh Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Kisah ini bisa kita baca dalam Matius 17:1-8; Markus 9:1-8; Lukas 9:28-36.
Bisa kita bayangkan bagaimana perasaan tiga murid-Nya dengan penglihatan yang mereka saksikan itu, betapa bahagianya mereka hingga mereka berniat mendirikan tiga kemah di sana. Inilah perenungan dan tafsiran ringkas saya tentang peristiwa transfigurasi.
Dalam peristiwa transfigurasi, ketiga penulis kitab Injil memiliki kesamaan menangkap satu hal.
Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”[1]
Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang kukasihi, dengarkanlah Dia.”[2]
Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”[3]
Ada pesan dari Sorga yang harus diingat oleh tiga murid itu – yang juga harus kita camkan dalam hidup kita – bukan tentang bahagianya mereka menerima penglihatan itu, melainkan tentang sebuah perintah “Dengarkanlah Dia!”.
Semua penglihatan, semua mujizat, semua mimpi ilahi, semua tanda heran – atau apapun namanya – yang terjadi dalam kehidupan ini adalah sebuah paduan suara yang menyanyikan syair kidung yang sama “Dengarkanlah Dia!”.
Berhentilah bangga dengan mujizat, berhentilah bangga dengan semua penglihatan dan tanda heran itu, dan kembalilah kepada pertanyaan yang lebih penting dari semua itu, apakah kita mendengarkan Dia? Jangan lagi menyuruh TUHAN membuktikan diri-Nya dengan membuat mujizat atau tanda untuk kita. Dia TUHAN, dan akan tetap TUHAN yang tidak perlu membuktikan diri-Nya. Lucu dan kurang ajar kalau kita yang segenggam debu di tengah alam raya ini meminta Sang Pencipta segalanya membuktikan dirinya. Bukankah seharusnya diri kitalah yang membuktikan diri kepada Dia? Apakah kita sungguh mendengarkan Dia atau tidak?
Semua penglihatan, mujizat, tanda heran – atau apapun namanya – adalah sebuah paduan suara yang menyanyikan syair kidung yang sama “Dengarkanlah Dia!”.
Saya tambahkan sedikit lagi ya. Apa perlunya Musa dan Elisa harus kembali ke bumi untuk menemui Tuhan Yesus? Pasti ada hal yang begitu penting sampai dua tokoh besar Perjanjian Lama ini kembali muncul.
Hanya Lukas yang memberikan catatan terperinci tentang apa yang mereka bertiga perbincangkan.
Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem.[4]
Tidak ada yang lebih penting bagi Tuhan Yesus selain menyelesaikan misi yang diberikan Bapa-Nya. Seharusnya misi Tuhan Yesus inilah yang juga menjadi misi kita. Seharusnya apa yang penting bagi Kristus, itulah juga yang menjadi hal penting dalam hidup kita. Itulah artinya menjadi seorang pengikut Kristus yang sejati.
UPDATE (7 Maret 2013)
Dua hari yang lalu setelah membaca tulisan ini, seorang Ibu dari luar kota mengirim e-mail ke saya. Rupanya beliau juga mendengarkan khotbah dengan tema yang sama di hari Minggu, dan pengkhotbah mengirimkan e-mail catatan khotbah kepada beliau, yang kemudian ibu ini kirimkan ke saya.
Ada satu catatan dari Ibu ini yang saya pikir asyik. Saya kutipkan ya:
Selain 6 figur itu, ada 1 figur yang ikut hadir yaitu iblis dan diwakili oleh komentar Petrus Mat 17:4
Eh, kalau di film-film kartun, saya akan tampak tersenyum dengan gambar lampu menyala di atas kepala. Ini pencerahan yang indah.
Penglihatan, mujizat, tanda heran atau apapun namanya, seindah apapun, itu hanya terjadi sesaat. Sebagaimana iblis menggunakan pikiran Petrus untuk menahan Tuhan Yesus tetap ada di atas gunung, supaya Dia tidak menjalankan misi Bapa-Nya, siasat iblis yang sama dipergunakan kepada kita.
Iblis akan berusaha membelokkan pikiran kita kepada penglihatan, mujizat, tanda heran yang sesaat itu — dengan alasan untuk menikmati sedikit lebih lama — guna “menunda” kita mengerjakan misi yang lebih kekal yang diperintahkan Bapa kepada kita.
Ibu di kota sana — yang saya janji untuk berkunjung tetapi belum kesampaian — terima kasih untuk catatan tambahan ini. Juga terima kasih kepada hamba Tuhan yang menyampaikan khotbah tersebut.
=============
*) Gambar: Transfigurasi karya Alexander Andreyevich Ivanov (1824)
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Pingback: Metamorfosis bukan sekedar perubahan jasmani | Martianus' Blog