Ada suatu waktu – dulu sekali – muncul pertanyaan ini, mengapa orang Kristen tidak punya “tanda fisik” seperti para penganut agama lain. Perhatikan bagaimana umat beragama seringkali bisa dibedakan hanya melalui pakaian yang dikenakan. Mengapa kekristenan tidak demikian? Bahkan mungkin sukar membedakan apakah Anda seorang Kristen yang baru saja pulang dari gereja atau baru saja pulang dari menghadiri resepsi pernikahan. Apakah tidak mungkin membangun konsensus di antara orang Kristen untuk membuat tanda lahiriah yang membedakan orang Kristen dengan umat agama lainnya? Itu pertanyaan karena rasa penasaran dulu sekali.
Tunggu dulu, saya tidak melarang Anda mengenakan kalung salib, kaos yang di belakangnya berisi ayat-ayat “suci” Alkitab, atau stiker di motor dan mobil Anda. Tetapi kekristenan bukanlah seperti itu kan? Saya rasa banyak pengkhotbah sudah sering mengatakan kalau kekristenan itu dari dalam ke luar.
Tuhan Yesus sendiri mengatakan demikian,
Celakalah kamu …. hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan …. bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. Celakalah kamu …. hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. [1]
Kalau kita baca di Alkitab, betapa seringnya rasul Paulus menyerang pemaksaan ajaran sunat hanya sebagai “tanda lahiriah” saja. Sampai akhirnya Paulus menuliskan:
Perhiasanmu janganlah secara lahiriah …. tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. [2]
Tetapi sayangnya kekristenan sekarang malahan terjebak pada apa yang saya tulis sebagai judul tulisan ini – kristen aksesoris. Orang Kristen menjadi silau dan terkesima oleh aksesoris-aksesoris ini. Yang saya maksudkan dengan aksesoris adalah kalau kita kenakan tidak membuat kita bertambah kudus, kalau tidak kita kenakan tidak membuat kita bertambah berdosa. Contohnya? Saya peringatkan dulu ya, contoh-contoh berikut akan sangat keras, kalau tidak siap menerima ya jangan dilanjutkan membacanya. Tapi kalau mau terus membaca ya silakan, tapi …. DWYOR lho ya!
Kekayaan dan harta jasmani hanyalah aksesoris. Berapa banyak kita terjebak dalam pengajaran bawah sadar bahwa orang Kristen yang sukses adalah orang Kristen yang diberkati (baca: kaya)? Tidak usah jauh-jauh, berapa persen majelis gereja kita yang bukan orang kaya? Tidak perlu survey ke mana-mana, besok Minggu perhatikan pendeta Anda menyalami jemaat, perhatikan sikap tubuh dan mikroekspresinya saat menyalami jemaat kaya dan jemaat miskin.
Gedung gereja juga hanya aksesoris. Apakah gedung gereja penting bagi orang Kristen? Ya, jelas! Kalau semua gedung gereja di muka bumi – semuanya – hancur dalam satu malam, apakah kekristenan akan ikut musnah? Nah, tahu kan jawabannya. Saya pernah dengan satu pendeta mengatakan kalau gedung gereja itu bukti kuasa Kerajaan Allah di bumi ini. Waduh! Gedung gereja bukanlah tanda kemenangan atau kekalahan kekristenan. Betapa bangganya orang Kristen kalau di daerahnya berdiri banyak gedung gereja. Kekristenan bukan kolonialisme, bung! Sebuah negara, sebuah bangsa, sebuah daerah tidak dimenangkan bagi Kristus dengan hanya berdirinya gedung gereja di situ!
Perjamuan kudus juga bisa jadi aksesoris lho. Kalau ini saya dengar di gereja tempat saya biasa beribadah, jadi tidak menuduh gereja lain. Sekali waktu, seorang majelis berkhotbah di persekutuan tengah minggu. Beliau berkata kalau orang Kristen tidak ikut perjamuan kudus itu sepertinya masih ada yang kurang, ada yang tidak sreg. Woi …. perjamuan kudus bukan tentang sreg atau tidak sreg, pak!
Perayaan-perayaan kristiani juga adalah aksesoris. Ah, jujur saja, lebih ramai mana gereja kita, hari Minggu biasa atau waktu Natal dan Paskah? Yang berbahasa roh, saya tanya, bahasa rohnya lebih keras waktu – yang katanya – “10 hari penantian Roh Kudus” atau waktu ibadah biasa?
Masih banyak? Silakan ditambahkan sendiri ya. Apa itu …. minyak urapan, tumen (tujuh elemen) sampai semen (sembilan eleman), apa lagi ini …. sampai dijual-jual segala lho. Ayolah, kembali kepada hati Kristus saja ya.
=======<0>=======
Jika tulisan saya berguna untuk Anda, bolehlah sedikit saweran untuk menyemangati saya berkarya.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.